Senin, 24 Juni 2013

Pantai Papuma Jember



Pantai Papuma, itulah nama pantai cantik di pesisir Kota Jember, Jatim. Tidak hanya karena pasir putihnya, pantai ini terlihat memesona dengan tujuh karang besar dengan nama yang unik. Mau tahu?

Di pantai ini traveler disuguhkan dengan tujuh karang besar. Masing-masing karang ini juga mempunyai nama yang unik, yaitu Pulau Batara Guru, Pulau Kresna, Pulau Narada, Pulau Nusa Barong, Pulau Kajang, dan Pulau Kodok. Bila ingin menikmati semua keindahan karang di pantai ini, Anda bisa ke atas Bukit Sitihinggil. Dari atas bukit, deburan ombak dan angin sepoi-sepoi akan memanjakan mata Anda.

Candi Jawi

Photo : DOP

Candi Jawi terletak di kaki G. Welirang, tepatnya di Desa Candi Wates, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, sekitar 31 km dari kota Pasuruan. Bangunan candi dapat dikatakan masih utuh karena telah berkali-kali mengalami pemugaran. Candi Jawi dipugar untuk kedua kalinya tahun 1938-1941 dari kondisinya yang sudah runtuh. Akan tetapi, pemugaran tidak dapat dituntaskan karena banyak batu yang hilang dan baru disempurnakan pada tahun 1975-1980.
Dalam Negarakertagama pupuh 56 disebutkan bahwa Candi Jawi didirikan atas perintah raja terakhir Kerajaan Singasari, Kertanegara, untuk tempat beribadah bagi umat beragama Syiwa-Buddha. Raja Kartanegara adalah seorang penganut ajaran Syiwa Buddha. Selain sebagai tempat ibadah, Candi Jawi juga merupakan tempat penyimpanan abu jenazah Kertanegara. Hal ini memang agak mengherankan, karena letak Candi Jawi cukup jauh dari pusat Kerajaan Singasari. Diduga hal itu disebabkan karena rakyat di daerah ini sangat setia kepada raja dan banyak yang menganut ajaran Syiwa-Buddha. Dugaan tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa saat Raden Wijaya, menantu Raja Kertanegara, melarikan diri setelah Kertanegara dijatuhkan oleh Raja Jayakatwang dari Gelang-gelang (daerah Kediri), ia sempat bersembunyi di daerah ini, sebelum akhirnya mengungsi ke Madura.

Candi Jawi menempati lahan yang cukup luas, sekitar 40 x 60 m2, yang dikelilingi oleh pagar bata setinggi 2 m. Bangunan candi dikelilingi oleh parit yang saat ini dihiasi oleh bunga teratai. Ketinggian candi ini sekitar 24,5 meter dengan panjang 14,2 m dan lebar 9,5 m. Bentuknya tinggi ramping seperti Candi Prambanan di Jawa Tengah dengan atap yang bentuknya merupakan paduan antara stupa dan kubus bersusun yang meruncing pada puncaknya. Posisi Candi Jawi yang menghadap ke timur, membelakangi Gunung Pananggungan, menguatkan dugaan sebagian ahli bahwa candi ini bukan tempat pemujaan, karena candi untuk peribadatan umumnya menghadap ke arah gunung, tempat bersemayam kepada Dewa. Sebagian ahli lain tetap meyakini bahwa Candi Jawi berfungsi sebagai tempat pemujaan. Posisi pintu yang tidak menghadap ke gunung dianggap sebagai akibat pengaruh ajaran Buddha.

Salah satu keunikan Candi Jawi adalah batu yang dipakai sebagai bahan bangunannya terdiri dari dua jenis. Dari Kaki sampai selasar candi dibangun menggunakan batu berwarna gelap, tubuh candi menggunakan batu putih, sedangkan atap candi menggunakan campuran batu berwarna gelap dan putih. Diduga candi ini dibangun dalam dua masa pembangunan. Kitab Negarakertagama menyebutkan bahwa pada tahun 1253 Saka (candrasengkala: Api Memanah Hari) Candi Jawi disambar petir. Dalam kejadian itu arca Maha Aksobaya menghilang. Hilangnya arca tersebut sempat membuat sedih Raja Hayam Wuruk ketika baginda mengunjungi Candi Jawi.  Setahun setelah disambar petir, Candi Jawi dibangun kembali. Pada masa inilah diperkirakan mulai digunakannya batu putih. Penggunaan batu putih tersebut juga mengundang pertanyaan, karena yang terdapat di kawasan G. Welirang kebanyakan adalah batu berwarna gelap. Kemungkinan batu-batu tersebut didatangkan dari pesisir utara Jawa atau Madura.
Kaki candi berdiri di atas batur (kaki candi) setinggi sekitar 2 m dengan pahatan relief yang memuat kisah tentang seorang pertapa wanita. Tangga naik yang tidak terlalu lebar terdapat tepat di hadapan pintu masuk ke garba grha (ruang dalam tubuh candi). Pahatan yang rumit memenuhi pipi kiri dan kanan tangga menuju selasar. Sedangkan pipi tangga dari selasar menuju ke lantai candi dihiasi sepasang arca binatang bertelinga panjang.



Di sekeliling tubuh candi terdapat selasar yang cukup lebar. Bingkai pintunya polos tanpa pahatan, namun di atas ambang pintu terdapat pahatan kalamakara, lengkap dengan sepasang taring, rahang bawah, serta hiasan di rambutnya, memenuhi ruang antara puncak pintu dan dasar atap. Di kiri dan pintu terdapat relung kecil tempat meletakkan arca. Di atas ambang masing-masing relung terdapat pahatan kepala makhluk bertaring dan bertanduk.
Ruangan dalam tubuh candi saat ini dalam keadaan kosong. Tampaknya semula terdapat arca di dalamnya. Negarakertagama menyebutkan bahwa di dalam bilik candi terdapat arca Syiwa dengan Aksobaya di mahkotanya. Selain itu disebutkan juga adanya sejumlah arca dewa-dewa dalam kepercayaan Syiwa, seperti arca Mahakala dan Nandiswara, Durga, Ganesha, Nandi, dan Brahma. Tak satupun dari arca-arca tersebut yang masih berada di tempatnya. Konon arca Durga kini disimpan di Museum Empu Tantular, Surabaya.
Dinding luar tubuh candi dihiasi dengan relief yang sampai saat masih belum ada yang berhasil membacanya. Mungkin karena pahatannya yang terlalu tipis. Mungkin juga karena kurangnya informasi pendukung, seperti dari prasasti atau naskah. Kitab Negarakertagama yang menceritakan candi ini secara cukup rincipun sama sekali tidak menyinggung soal relief tersebut. Menurut juru kunci candi, relief itu harus dibaca menggunakan teknik prasawiya (berlawanan dengan arah jarum jam), seperti yang digunakan dalam membaca relief di Candi Kidal. Masih menurut juru kunci candi, relief yang terpahat di tepi barat dinding utara menggambarkan peta areal candi dan wilayah di sekitarnya.


Minggu, 21 April 2013

Tak Ada yang Abadi


Sendiri disini
Layaknya orang mati
Kegelapan malam membutakan ku
Dinginnya malam menyelimutuku
Kesepian membelenggu hatiku

Semua itu hilang
Hilang tak tersisa
Hatiku kembali
Kembali dari jurang yang dalam
Ketika aku bersamamu

Senyummu seperti bulan yang menyinari malamku
Seperti bintang yang menghiasi malamku
Sentuhan mu menghangatkan
Hangat diantara dinginya malam
Suaramu indahmu itu
seperti membuka belenggu kesepian yang erat di hatiku

Karena kamu indah, cantik dan istimewa
Aku berharap semua ini abadi
Berharap kebahagiaan ini abadi
Abadi selamanya, hingga mati
Mati seiring berjalannya waktu

Tapi mengapa engkau pergi
Pergi entah kemana
Seperti hilang ditiup angin
Musnah ditelan bumi
Terbakar menjadi debu
Tenggelam terseret ombak

Seorang yang indah, cantik dan istimewa itu telah hilang
Seakan kegelapan, dingin, kesepian itu kembali lagi
Kembali kepadaku yang sendiri dan sedih
Harapan kebahagiaan abadi sirna
Sirna sekejap mata

Sabtu, 20 April 2013

Asap Putih


Asap
Asap putih yang selalu menemaniku
Menemani  disaat aku senang dan sedih
Disaat itulah aku bersamamu

Aku tau kalalu kamu berbahaya
Berbahaya bagiku dan keluargaku
Mes kipun begitu aku tetap menggunakanmu
Apa aku bodoh ?

Kenapa aku merasa tenang bersamamu
Padahal kamulah yang akan membunuhku
Membunuh dengan diam-diam
Disaat aku tidak sadar

Mungkin aku akan pergi
Pergi mendahului kalian
Pergi dari dunia ini
Akibat asat putih ini

Memang aku bodoh
Dan aku tidak ingin kalian juga menjadi bodoh
Bodoh karena berteman dengan asap ini
Asap yang membunuh